Pada saat
ini, perawatan luka telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama
dalam dua dekade terakhir ini. Teknologi dalam bidang kesehatan juga memberikan
kontribusi yang sangat untuk menunjang praktek perawatan luka ini. Disamping
itu pula, isu terkini yang berkait dengan manajemen perawatan luka ini
berkaitan dengan perubahan profil pasien, dimana pasien dengan kondisi penyakit
degeneratif dan kelainan metabolic semakin banyak ditemukan. Kondisi tersebut
biasanya sering menyertai kekompleksan suatu luka dimana perawatan yang tepat
diperlukan agar proses penyembuhan bisa tercapai dengan optimal.
Dengan
demikian, perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang
adekuat terkait dengan proses perawatan luka yang dimulai dari pengkajian yang
komprehensif, perencanaan intervensi yang tepat, implementasi tindakan,
evaluasi hasil yang ditemukan selama perawatan serta dokumentasi hasil yang
sistematis. Isu yang lain yang harus dipahami oleh perawat adalah berkaitan
dengan cost effectiveness. Manajemen perawatan luka modern sangat mengedepankan
isu tersebut. Hal ini ditunjang dengan semakin banyaknya inovasi terbaru dalam
perkembangan produk-produk yang bisa dipakai dalam merawat luka. Dalam hal
ini, perawat dituntut untuk memahami produk-produk tersebut dengan baik sebagai
bagian dari proses pengambilan keputusan yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
Pada dasarnya, pemilihan produk yang tepat harus berdasarkan pertimbangan biaya
(cost), kenyamanan (comfort), keamanan (safety). Secara umum, perawatan luka
yang berkembang pada saat ini lebih ditekankan pada intervensi yang
melihat sisi klien dari berbagai dimensi, yaitu dimensi fisik, psikis, ekonomi,
dan sosial.
Secara
definisi suatu luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena
adanya cedera atau pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan
struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lama penyembuhan. Adapun
berdasarkan sifat yaitu : abrasi, kontusio, insisi, laserasi, terbuka,
penetrasi, puncture, sepsis, dll. Sedangkan klasifikasi berdasarkan struktur
lapisan kulit meliputi: superfisial, yang melibatkan lapisan epidermis; partial
thickness, yang melibatkan lapisan epidermis dan dermis; dan full thickness
yang melibatkan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia dan bahkan sampai ke
tulang.
Berdasarkan
proses penyembuhan, dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
a) Healing by primary intention
Tepi
luka bisa menyatu kembali, permukan bersih, biasanya terjadi karena suatu
insisi, tidak ada jaringan yang hilang. Penyembuhan luka berlangsung dari
bagian internal ke ekseternal.
b) Healing by secondary intention
Terdapat
sebagian jaringan yang hilang, proses penyembuhan akan berlangsung mulai dari
pembentukan jaringan granulasi pada dasar luka dan sekitarnya.
c) Delayed primary healing (tertiary
healing)
Penyembuhan
luka berlangsung lambat, biasanya sering disertai dengan infeksi, diperlukan
penutupan luka secara manual.
Berdasarkan
klasifikasi berdasarkan lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi dua yaitu: akut
dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam jangka
waktu 2-3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak
tanda-tanda untuk sembuh dalam jangka lebih dari 4-6 minggu. Luka insisi bisa
dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan berlangsung sesuai dengan
kaidah penyembuhan normal tetapi bisa juga dikatakan luka kronis jika mengalami
keterlambatan penyembuhan (delayed healing) atau jika menunjukkan tanda-tanda
infeksi.
1. Luka akan sembuh sesuai dengan
tahapan yang spesifik dimana bisa terjadi tumpang tindih (overlap)
2. Proses penyembuhan luka tergantung
pada jenis jaringan yang rusak serta penyebab luka tersebut
3. Fase penyembuhan luka :
a) Fase inflamasi :
1) Hari ke 0-5
2) Respon segera setelah terjadi
injuri pembekuaàn darah untuk
mencegah kehilangan darahà
3) Karakteristik : tumor, rubor, dolor,
color, functio laesa
4) Fase awal terjadi haemostasis
5) Fase akhir terjadi fagositosis
6) Lama fase ini bisa singkat jika
tidak terjadi infeksi
b) Fase proliferasi or epitelisasi
1) Hari 3 – 14
2) Disebut juga dengan fase granulasi
o.k adanya pembentukan jaringan granulasi pada luka luka nampak merah segar, mengkilatà
3) Jaringan granulasi terdiri dari
kombinasi : Fibroblasts, sel inflamasi, pembuluh darah yang baru, fibronectin
and hyularonic acid
4) Epitelisasi terjadi pada 24 jam
pertama ditandai dengan penebalan lapisan epidermis pada tepian luka
5) Epitelisasi terjadi pada 48 jam
pertama pada luka insisi
c) Fase maturasi atau remodelling
1) Berlangsung dari beberapa minggu s.d
2 tahun
2) Terbentuknya kolagen yang baru yang
mengubah bentuk luka serta peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength)
3) Terbentuk jaringan parut (scar
tissue) 50-80% sama kuatnya dengan
jaringan sebelumnyaà
4) Terdapat pengurangan secara bertahap
pada aktivitas selular and vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan
3. Faktor yang
mempengaruhi proses penyembuhan luka
a. Status Imunologi
b. Kadar gula darah (impaired white
cell function)
c. Hidrasi (slows metabolism)
d. Nutritisi
e. Kadar albumin darah (‘building
blocks’ for repair, colloid osmotic pressure – oedema)
f. Suplai oksigen dan vaskularisasi
g. Nyeri (causes vasoconstriction)
h. Corticosteroids (depress immune
function)
4. Cara Perawatan
Luka dengan Modern Dressing
Perkembangan
perawatan luka (wound care ) berkembang dengan sangat pesat di dunia kesehatan.
Metode perawatan luka yang berkembang saat ini adalah perawatan luka dengan
menggunakan prinsip moisture balance, dimana disebutkan dalam beberapa
literature lebih efektif untuk proses penyembuhan luka bila dibandingkan dengan
metode konvensional.
Perawatan
luka dengan menggunakan prinsip moisture balance ini dikenal sebagai metode
modern dressing dan memakai alat ganti balut yang lebih modern. Metode tersebut
belum begitu familiar bagi perawat di Indonesia
Biasanya,
tidak banyak yang dilakukan untuk merawat luka. Apalagi jika hanya luka ringan.
Langkah pertama yang diambil adalah membersihkannya kemudian langsung diberi
obat luka atau yang lebih dikenal dengan obat merah. Sementara pada luka berat,
setidaknya langkah yang diambil tidak jauh dari membersihkannya dahulu, setelah
itu diberi obat. Sering orang tidak memperhatikan perlukah luka tersebut
dibalut atau tidak.
Sementara
itu, menurut Anik Enikmawati SKep NS dari Akper Muhammadiyah Surakarta,
kepada Joglosemar beberapa waktu lalu mengungkapkan perawatan luka berbeda-beda
tergantung pada tingkat keparahan luka tersebut. “Perawatan luka paling sulit
tergantung pada derajat luka. Jika luka mendalam sampai ke lapisan kulit paling
dalam, proses sembuhnya tentu saja juga paling lama.” ungkapnya.
Seperti
pada kasus luka akibat penyakit diabetes misalnya, papar Anik, terdapat kasus
bahwa luka tersebut harus diamputasi. Namun, tindakan amputasi ternyata bisa
digagalkan setelah dirawat dengan saksama dan dengan metode yang benar dan
tentunya dilakukan oleh perawat ahli. “Kesembuhan luka pada tingkat tertentu
seperti pada kasus luka akibat diabetes tergantung pada kedisiplinan perawatan.
Untuk itu harus diperkenalkan pada masyarakat bahwa telah ada program perawatan
di rumah atau home care dengan perawat datang ke rumah,” ujar Anik.
Namun
sekarang, perkembangan perawatan luka atau disebut dengan wound care berkembang
sangat pesat di dunia kesehatan. Metode perawatan luka yang berkembang saat ini
adalah perawatan luka dengan menggunakan prinsip moisture balance, di mana
disebutkan dalam beberapa literatur lebih efektif untuk penyembuhan luka bila
dibandingkan dengan metode konvensional.
Perawatan
luka dengan menggunakan prinsip moisture balance ini dikenal sebagai metode
modern dressing dan memakai alat ganti balut yang lebih modern. Metode tersebut
memang belum familier bagi perawat di Indonesia. Di sisi lain, metode perawatan
luka modern dressing ini telah berkembang di Indonesia terutama rumah sakit
besar di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya.
Sedangkan di rumah sakit-rumah sakit tingkat kabupaten, perawatan luka
menggunakan modern dressing tersebut masih belum berkembang dengan baik. Untuk
itu, belum lama Akper Muhammadiyah Surakarta mengadakan workshop dengan tajuk A
Half Day Workshop on Wound Management di Balai Muhammadiyah Surakarta. Sebagai
pembicara, hadir Widasari SG SKP RN WOC (ET) N WCS, Direktur Wocare Klinik.
Selama
ini, banyak yang beranggapan bahwa suatu luka akan cepat sembuh jika luka
tersebut telah mengering. Namun faktanya, lingkungan luka yang seimbang
kelembabannya memfasilitasi pertumbuhan sel dan proliferasi kolagen di dalam
matriks nonselular yang sehat. Pada luka akut, moisture balance memfasilitasi
aksi faktor pertumbuhan, cytokines dan chemokines yang mempromosi pertumbuhan
sel dan menstabilkan matriks jaringan luka. Jadi, luka harus dijaga
kelembabannya.
Dikatakan
Widasari, terlalu lembab di lingkungan luka dapat merusak proses penyembuhan
luka dan merusak sekitar luka, menyebabkan maserasi tepi luka. Sementara itu,
kurangnya kondisi kelembaban pada luka menyebabkan kematian sel, dan tidak
terjadi perpindahan epitel dan jaringan matriks.
Untuk
menciptakan suasana lembab, pada cara perawatan luka konvensional memerlukan
kasa sebagai balutan dan Na Cl untuk membasahi. Kemudian luka dikompres kasa
lembab dan diganti sebelum kasa mengering, dalam hal ini, memerlukan
penggantian kasa yang sering. Sementara untuk metode perawatan modern, dalam
menciptakan suasana lembab menggunakan modern dressing, misalnya dengan ca
alginat atau hydrokoloid.
Dikatakan
Widasari, pada perawatan luka secara modern ini harus tetap diperhatikan pada
tiga tahapnya yakni mencuci luka, membuang jaringan mati dan memilih balutan.
“Mencuci luka bertujuan untuk menurunkan jumlah bakteri dan membersihkan dari
sisa balutan lama, serta debrimen jaringan nekrotik atau membuang jaringan dari
sel yang mati dari permukaan luka. Dalam hal ini harus diperhatikan pada
pemilihan cairan pencuci yang tepat, hati-hati terhadap pemakaian antiseptik.
Sedangkan teknik pencucian dapat dengan cara perendaman atau irigasi,”
tuturnya.
Di sisi
lain, pemilihan balutan merupakan tahap penting untuk mempercepat proses
penyembuhan pada luka. Tujuan dari pemilihan balutan luka ini adalah untuk
membuang jaringan mati, benda asing atau partikel dari luka. Belutan juga dapat
mengontrol kejadian infeksi atau melindungi luka dari trauma dan invasi
bakteri. Pemilihan balutan harus mampu mempertahankan kelembaban luka, selain
juga berfungsi sebagai penyerap cairan luka. Balutan juga harus nyaman
digunakan dan steril serta cost effective.
Sebagai
pengganti perawatan luka secara konvensional yang harus sering mengganti kain
kasa dengan Na Cl sebagai pembalut luka, sekarang telah ada metode perawatan
luka secara modern yang memiliki prinsip menjaga kelembaban luka. Dalam hal
ini, jenis balutan yang digunakan adalah kasa. Metode yang dikenal dengan
modern dressing ini beberapa contoh di antaranya yakni dengan penggunaan bahan
seperti hydrogel.
Hydrogel
berfungsi untuk menciptakan lingkungan luka tetap lembab. Selain itu juga
melunakkan dan menghancurkan jaringan nekrotik tanpa merusak jaringan sehat
yang akan terserap ke dalam struktur gel dan terbuang bersama pembalut.
Hydrogel juga dapat meningkatkan autolityk debrimen secara alami. Menurut
Widasari SG SKP RN WOC (ET)N WCS, Direktur Wocare Klinik, debrimen berarti
proses pembuangan jaringan nekrosis atau kematian sel yang disebabkan oleh
penurunan proses enzimatic tubuh dari permukaan luka. “Modern Dressing dengan
hydrogel tidak menimbulkan trauma dan sakit pada saat penggantian balutan dan
dapat diaplikasikan selama tiga hari sampai lima hari,” tuturnya.
Jenis
modern dressing lainnya yakni Ca Alginat dimana kandungan Ca dapat membantu menghentikan
perdarahan. Kemudian hydroselulosa dengan fungsi mampu menyerap cairan dua kali
lipat dari Ca Alginat. Selanjutnya adalah hydrokoloid yang mampu menjaga dari
kontaminasi air dan bakteri serta dapat digunakan untuk balutan primer dan
balutan sekunder. Penggunaan jenis modern dressing tentunya disesuaikan dengan
jenis indikasi luka.
Di sisi
lain, Widasari menyarankan untuk penggunaan kasa serta metcovazin dalam
perawatan luka dengan kondisi luka yang memiliki warna dasar merah, kuning dan
hitam. “ Metcovazin memiliki fungsi untuk mendukung autolytik debrimen,
menghindari trauma saat membuka balutan, mengurangi bau tidak sedap yang
ditimbulkan luka serta mempertahankan suasana lembab. Bentuknya salep dalam
kemasan,” tandasnya. n Triawati Prihatsari Purwanti
5. Pengkajian Luka
1) Kondisi luka
a) Warna dasar luka
Dasar
pengkajian berdasarkan warna yang meliputi : slough (yellow), necrotic tissue
(black), infected tissue (green), granulating tissue (red), epithelialising
(pink).
b) Lokasi ukuran dan kedalaman luka
c) Eksudat dan bau
d) Tanda-tanda infeksi
e) Keadaan kulit sekitar luka : warna
dan kelembaban
f) Hasil pemeriksaan laboratorium yang
mendukung
2) Status nutrisi klien : BMI, kadar
albumin
3) Status vascular : Hb, TcO2
4) Status imunitas: terapi
kortikosteroid atau obat-obatan immunosupresan yang lain
5) Penyakit yang mendasari : diabetes
atau kelainan vaskularisasi lainnya
6. Perencanaan
1) Pemilihan Balutan Luka
Balutan
luka (wound dressings) secara khusus telah mengalami perkembangan yang sangat
pesat selama hampir dua dekade ini. Revolusi dalam perawatan luka ini dimulai
dengan adanya hasil penelitian yang dilakukan oleh Professor G.D Winter pada
tahun 1962 yang dipublikasikan dalam jurnal Nature tentang keadaan lingkungan
yang optimal untuk penyembuhan luka. Menurut Gitarja (2002), adapun alasan dari
teori perawatan luka dengan suasana lembab ini antara lain:
a. Mempercepat fibrinolisis. Fibrin
yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih cepat oleh netrofil dan
sel endotel dalam suasana lembab.
b. Mempercepat angiogenesis. Dalam
keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan merangsang lebih pembentukan
pembuluh darah dengan lebih cepat.
c. Menurunkan resiko infeksi
d. Kejadian infeksi ternyata relatif
lebih rendah jika dibandingkan dengan perawatan kering.
e. Mempercepat pembentukan Growth
factor. Growth factor berperan pada proses penyembuhan luka untuk membentuk
stratum corneum dan angiogenesis, dimana produksi komponen tersebut lebih cepat
terbentuk dalam lingkungan yang lembab.
f. Mempercepat terjadinya pembentukan
sel aktif. Pada keadaan lembab, invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag,
monosit dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.
Pada dasarnya prinsip pemilihan
balutan yang akan digunakan untuk membalut luka harus memenuhi kaidah-kaidah
berikut ini:
a. Kapasitas balutan untuk dapat
menyerap cairan yang dikeluarkan oleh luka (absorbing)
b. Kemampuan balutan untuk mengangkat
jaringan nekrotik dan mengurangi resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme
(non viable tissue removal)
c. Meningkatkan kemampuan rehidrasi
luka (wound rehydration)
d. Melindungi dari kehilangan panas
tubuh akibat penguapan
e. Kemampuan atau potensi sebagai
sarana pengangkut atau pendistribusian antibiotic ke seluruh bagian luka
(Hartmann, 1999; Ovington, 1999)
Dasar
pemilihan terapi harus berdasarkan pada :
1. Apakah suplai telah tersedia?
2. Bagaimana cara memilih terapi yang
tepat?
3. Bagaimana dengan keterlibatan pasien
untuk memilih?
4. Bagaimana dengan pertimbangan biaya?
5. Apakah sesuai dengan SOP yang
berlaku?
6. Bagaimana cara mengevaluasi?
2) Jenis-jenis balutan dan terapi
alternative lainnya
a. Film Dressing
1. Semi-permeable primary atau
secondary dressings
2. Clear polyurethane yang disertai
perekat adhesive
3. Conformable, anti robek atau
tergores
4. Tidak menyerap eksudat
5. Indikasi : luka dgn epitelisasi, low
exudate, luka insisi
6. Kontraindikasi : luka terinfeksi,
eksudat banyak
7. Contoh: Tegaderm, Op-site, Mefilm
b. Hydrocolloid
1. Pectin, gelatin,
carboxymethylcellulose dan elastomers
2. Support autolysis untuk mengangkat
jaringan nekrotik atau slough
3. Occlusive –> hypoxic environment
untuk mensupport angiogenesis
4. Waterproof
5. Indikasi : luka dengan epitelisasi,
eksudat minimal
6. Kontraindikasi : luka yang
terinfeksi atau luka grade III-IV
7. Contoh: Duoderm extra thin,
Hydrocoll, Comfeel
c. Alginate
1. Terbuat dari rumput laut
2. Membentuk gel diatas permukaan luka
3. Mudah diangkat dan dibersihkan
4. Bisa menyebabkan nyeri
5. Membantu untuk mengangkat jaringan
mati
6. Tersedia dalam bentuk lembaran dan
pita
7. Indikasi : luka dengan eksudat
sedang s.d berat
8. Kontraindikasi : luka dengan
jaringan nekrotik dan kering
9. Contoh : Kaltostat, Sorbalgon,
Sorbsan
d. Foam Dressings
1. Polyurethane
2. Non-adherent wound contact layer
3. Highly absorptive
4. Semi-permeable
5. Jenis bervariasi
6. Adhesive dan non-adhesive
7. Indikasi : eksudat sedang s.d berat
8. Kontraindikasi : luka dengan eksudat
minimal, jaringan nekrotik hitam
9. Contoh : Cutinova, Lyofoam, Tielle,
Allevyn, Versiva
e. Terapi alternatif
1. Zinc Oxide (ZnO cream)
2. Madu (Honey)
3. Sugar paste (gula)
4. Larvae therapy/Maggot Therapy
5. Vacuum Assisted Closure
6. Hyperbaric Oxygen
7. Implementasi
1) Luka dengan eksudat & jaringan
nekrotik (sloughy wound)
a. Bertujuan untuk melunakkan dan
mengangkat jaringan mati (slough tissue)
b. Sel-sel mati terakumulasi dalam
eksudat
c. Untuk merangsang granulasi
d. Mengkaji kedalaman luka dan jumlah
eksudat
e. Balutan yang dipakai antara lain:
hydrogels, hydrocolloids, alginates dan hydrofibre dressings
2) Luka Nekrotik
a. Bertujuan untuk melunakan dan
mengangkat jaringan nekrotik (eschar)
b. Berikan lingkungan yg kondusif
u/autolisis
c. Kaji kedalaman luka dan jumlah
eksudat
d. Hydrogels, hydrocolloid dressing
3) Luka terinfeksi
a. Bertujuan untuk mengurangi eksudat,
bau dan mempercepat penyembuhan luka
b. Identifikasi tanda-tanda klinis dari
infeksi pada luka
c. Wound culture – systemic antibiotics
d. Kontrol eksudat dan bau
e. Ganti balutan tiap hari
f. Hydrogel, hydrofibre, alginate,
metronidazole gel (0,75%), carbon dressings, silver dressings
4) Luka Granulasi
a. Bertujuan untuk meningkatkan proses
granulasi, melindungi jaringan yang baru, jaga kelembaban luka
b. Kaji kedalaman luka dan jumlah
eksudat
c. Moist wound surface – non-adherent
dressing
d. Treatment overgranulasi
e. Hydrocolloids, foams,
alginates
5) Luka epitelisasi
a. Bertujuan untuk menciptakan
lingkungan yang kondusif untuk “re-surfacing”
b. Transparent films, hydrocolloids
c. Balutan tidak terlalu sering diganti
6) Balutan kombinasi
a. Untuk hidrasi luka : hydrogel + film
atau hanya hydrocolloid
b. Untuk debridement (deslough) :
hydrogel + film/foam atau hanya hydrocolloid atau alginate + film/foam atau
hydrofibre + film/foam
c. Untuk memanage eksudat sedang s.d
berat : extra absorbent foam atau extra absorbent alginate + foam atau
hydrofibre + foam atau cavity filler plus foam
KESIMPULAN
a. Penggunaan ilmu dan teknologi serta inovasi
produk perawatan luka dapat memberikan nilai optimal jika digunakan secara
tepat
b. Prinsip utama dalam manajemen
perawatan luka adalah pengkajian luka yang komprehensif agar dapat menentukan
keputusan klinis yang sesuai dengan kebutuhan pasien
c. Peningkatan pengetahuan dan
keterampilan klinis diperlukan untuk menunjang perawatan luka yang berkualitas
Anda sedang membaca artikel tentang PERAWATAN LUKA MODERN, Anda boleh menyebar luaskan atau mengcopy - paste artikel di atas jika memang sangat bermanfaat bagi anda.. Dengan syarat anda harus meletakkan link di bawah ini sebagai sumbernya..