A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Bisa
ular adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek
fisiologik yang luas atau bervariasi. Yang mempengaruhi sistem
multiorgan, terutama neurologik, kardiovaskuler sistem pernapasan.
(Suzanne Smaltzer dan Brenda G. Bare, 2001: 2490)
Racun
ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Racun
binatang adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda
yang dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.
Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ, beberapa
mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat
membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan
racun yang bersangkutan. Komposisi racun tergantung dari bagaimana
binatang menggunakan toksinnya. Racun mulut bersifat ofensif yang
bertujuan melumpuhkan mangsanya, sering kali mengandung faktor letal.
Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir predator, racun
bersifat kurang toksik dan merusak lebih sedikit jaringan. (Retno Aldo.
2010. Askep Gigitan Ular, (Online), http://retnoaldo.blogspot.com/2010/10/askep-gigitan-ular.html, diakses 18 Juli 2011).
Bisa adalah
suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan
sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut
merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar
khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi
kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala
di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi
tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang
memiliki aktivitas enzimatik. (Ifan. 2010. Penatalaksanaan Keracunan Akibat Gigitan Ular Berbisa, (Online), http://ifan. 050285. wordpress. com/2010/03/24/penatalaksanaan - keracunan - akibat - gigitan-ular-berbisa, diakses 18 Juli 2011).
2. Ciri-Ciri Ular Berbisa Dan Tidak Berbisa
Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa spesies ular tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun, beberapa ular berbisa dapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat merasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring.
Tabel 2.1. Ciri-ciri ular berbisa dan tidak berbisa
Ciri Ular
|
Tidak Berbisa
|
Berbisa
|
Bentuk Kepala | Bulat | Elips |
Gigi Taring | Gigi kecil | 2 Gigi Taring Besar |
Bekas Gigitan | Lengkung Seperti U | Terdiri dari 2 Titik |
Warna | Warna-Warni | Gelap |
(Dokter Yuda Bedah. 2011. Snake Bite, (Online), http : // dokter yuda bedah.com/snake-bite-gigitan-ular/, diakses 18 Juli 2011).
3. Etiologi
Terdapat
3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae.
Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan
pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap
dilokasi pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa
Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam .
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :
a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa
ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang
dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan
menghancurkan stroma lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel
darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar menembus
pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput
tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu
bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf
sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf
tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak
kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan selanjutnya
mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan saraf
pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular
keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limfe.
c. Bisa ular yang bersifat Myotoksin
Mengakibatkan
rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan maemotoksin.
Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia
akibat kerusakan sel-sel otot.
d. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin
Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung.
e. Bisa ular yang bersifat cytotoksin
Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya kardiovaskuler.
f. Bisa ular yang bersifat cytolitik
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat gigitan.
g. Enzim-enzim
Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.
(Deddyrin. 2009. Intoxicasi).
Tabel 2.1 Klasifikasi ular berbisa, lokasi, dan sifat bisa
Famili
|
Lokasi Sifat
|
Bisa
|
Elapidae
|
Seluruh dunia, kecuali Eropa
|
Neurotoksik dan nekrosis (ular cobra)
|
Hydrophidae
|
Pantai perairan Asia- Pasifik
|
Myotoksik
|
Viperidae:
Viperonae
Crotalidae
|
Seluruh dunia kecuali Amerika dan Asia- Pasifik
Asia dan Amerika
|
Vaskulotoksik
|
(Dona. 2009. Gigitan Ular Berbisa. (Online), http : // askepterlengkap. blogspot.com/ 2009/08/gigitan-ular-berbisa.html?zx=5ed0a49ebb52d550, diaksesk 18 Juli 2011).
4. Patofisiologi
Bisa
ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin. Toksik
tersebut menyebar melalui peredaran darah yang dapat mengganggu berbagai
system. Seperti, sistem neurogist, sistem kardiovaskuler, sistem
pernapasan.
Pada
gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai saraf yang
berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat mengakibatkan oedem pada
saluran pernapasan, sehingga menimbulkan kesulitan untuk bernapas.
Pada
sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh darah yang
dapat mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem pernapasan dapat
mengakibatkan syok hipovolemik dan terjadi koagulopati hebat yang dapat
mengakibatkan gagal napas.
Bagan 2.1 Pohon masalah Snake Bite
Sukar bernapas
|
Bisa ular masuk ke dalam tubuh
|
Daya toksik menyebar melalui peredaran darah
|
Gangguan system
neuroligist
|
Gangguan system
kardiovaskuler
|
Gangguan system
pernapasan
|
Oedema pada saluran pernapasan
|
Toksik masuk pembuluh darah
|
Koagulopati hebat
|
Hipotensi
|
Gagal napas
|
Mengenai saraf yang berhubungan dengan sistem pernapasan
|
Syok hipovolemik
|
(Retno Aldo. 2010. Askep Gigitan Ular).
5. Manifestasi Klinis
Secara
umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan
ular. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis
(kulit kegelapan karena darah yang terperangkap di jaringan bawah
kulit).
Sindrom
kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular berbisa,
yaitu terjadi oedem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan 5P: pain (nyeri), pallor (muka pucat), paresthesia (mati rasa), paralysis (kelumpuhan otot), pulselesness (denyutan).
Tanda dan gejala khusus pada gigitan family ular :
a. Gigitan Elapidae
Misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang, ular cabai, coral snakes, mambas, kraits), cirinya:
1) Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut.
2) Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.
3) 15 menit setelah digigit ular muncul gejala sistemik. 10 jam muncul paralisis
urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar bicara,
susah menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala, kulit
dingin, muntah, pandangan kabur, mati rasa di sekitar mulut dan kematian
dapat terjadi dalam 24 jam.
b. Gigitan Viperidae/Crotalidae
Misal pada ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:
1) Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa bengkak di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan.
2) Gejala sistemik muncul setelah 50 menit atau setelah beberapa jam.
3) Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.
c. Gigitan Hydropiidae
Misalnya, ular laut, cirinya:
1) Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah.
2) Setelah
30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri menyeluruh,
dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot, mioglobulinuria
yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (ini penting untuk
diagnosis), ginjal rusak, henti jantung.
d. Gigitan Crotalidae
Misalnya ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:
1) Gejala
lokal ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis, nyeri di
daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen
crotalidae antivenin.
2) Anemia, hipotensi, trombositopeni.
(Ifan. 2010. Penatalaksanaan Keracunan Akibat Gigitan Ular Berbisa, (Online), http:// ifan 050285 .wordpress. com/2010/03/24/ penatalaksanaan - keracunan - akibat - gigitan-ular-berbisa/, diakses 18 Juli 2011).
Tanda dan gejala lain gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa kategori:
a. Efek
lokal, digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra menimbulkan
rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat membengkak
hebat dan dapat berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular kobra juga
dapat mematikan jaringan sekitar sisi gigitan luka.
b. Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae
atau beberapa elapid Australia dapat menyebabkan perdarahan organ
internal, seperti otak atau organ-organ abdomen. Korban dapat berdarah
dari luka gigitan atau berdarah spontan dari mulut atau luka yang lama.
Perdarahan yang tak terkontrol dapat menyebabkan syok atau bahkan
kematian.
c. Efek
sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung
pada sistem saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama
secara cepat menghentikan otot-otot pernafasan, berakibat kematian
sebelum mendapat perawatan. Awalnya, korban dapat menderita masalah
visual, kesulitan bicara dan bernafas, dan kesemutan.
d. Kematian
otot, bisa dari russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan
beberapa elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian
otot di beberapa area tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat
menyumbat ginjal, yang mencoba menyaring protein. Hal ini dapat
menyebabkan gagal ginjal.
e. Mata,
semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai mata
korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan sementara pada
mata.
(Deddyrin. 2009. Intoxicasi).
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel darah lengkap,
penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis, penentuan kadar
gula darah, BUN dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan
pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan dan
waktu retraksi bekuan. (Retno Aldo. 2010. Askep Gigitan Ular)
7. Penatalaksanaan
a. Prinsip penanganan pada korban gigitan ular:
1) Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa ular.
2) Menetralkan bisa.
3) Mengobati komplikasi.
(Masmamad. 2009. Penatalaksanaan Gigitan Ular).
b. Pertolongan pertama :
Pertolongan
pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi segera cari
pertolongan medis jangan tinggalkan korban. Selanjutnya lakukan prinsip
RIGT, yaitu:
R: Reassure:
Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan korban, kepanikan
akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun akan lebih cepat
menyebar ke tubuh. Terkadang pasien pingsan/panik karena kaget.
I: Immobilisation:
Jangan menggerakan korban, perintahkan korban untuk tidak berjalan atau
lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak datang, lakukan
tehnik balut tekan (pressure-immoblisation) pada daerah sekitar gigitan
(tangan atau kaki) lihat prosedur pressure immobilization (balut
tekan).
G: Get: Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin.
T: Tell the Doctor: Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul ada korban.
c. Prosedur Pressure Immobilization (balut tekan):
1) Balut tekan pada kaki:
a) Istirahatkan (immobilisasikan) Korban.
b) Keringkan sekitar luka gigitan.
c) Gunakan pembalut elastis.
d) Jaga luka lebih rendah dari jantung.
e) Sesegera mungkin, lakukan pembalutan dari bawah pangkal jari kaki naik ke atas.
f) Biarkan jari kaki jangan dibalut.
g) Jangan melepas celana atau baju korban.
h) Balut
dengan cara melingkar cukup kencang namun jangan sampai menghambat
aliran darah (dapat dilihat dengan warna jari kaki yang tetap pink).
i) Beri papan/pengalas keras sepanjang kaki.
2) Balut tekan pada tangan:
a) Balut dari telapak tangan naik keatas. ( jari tangan tidak dibalut).
b) Balut siku & lengan dengan posisi ditekuk 90 derajat.
c) Lanjutkan balutan ke lengan sampai pangkal lengan.
d) Pasang papan sebagai fiksasi.
e) Gunakan mitela untuk menggendong tangan.
(Foruniverse, Nursing. 2010. Pertolongan Pertama Pada Gigitan Ular, (Online), http://nursing foruniverse. blogspot. Com/2010/01/pertolongan-pertama-pada-gigitan-ular_18.html, diakses 17 Juli 2011).
d. Penatalaksanaan selanjutnya:
1) Insisi luka pada 1 jam pertama setelah digigit akan mengurangi toksin 50%.
2) IVFD RL 16-20 tpm.
3) Penisillin Prokain (PP) 1 juta unit pagi dan sore.
4) ATS profilaksis 1500 iu.
5) ABU 2 flacon dalam NaCl diberikan per drip dalam waktu 30 – 40 menit.
6) Heparin 20.000 unit per 24 jam.
7) Monitor
diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik, tambah 2 flacon
ABU lagi. ABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon = 10 cc).
8) Bila
ada tanda-tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria atau hipotensi
berikan adrenalin 0,5 mg IM, hidrokortisone 100 mg IV.
9) Kalau perlu dilakukan hemodialise.
10) Bila diathese hemorhagi membaik, transfusi komponen.
11) Observasi pasien minimal 1 x 24 jam
Catatan: Jika terjadi syok anafilaktik karena ABU, ABU harus dimasukkan secara cepat sambil diberi adrenalin.
e. Pemberian ABU
Tabel 2.2 Pemberian ABU sesuai derajat parrish
Derajat Parrish
|
Pemberian ABU
|
0-1
|
Tidak perlu
|
2
|
5-20 cc (1-2 ampul)
|
3-4
|
40-100 cc (4-10 ampul)
|
Tabel 2.3 Klasifikasi derajat parrish
Derajat Parrish
|
Ciri
|
0
|
1. Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam pasca gigitan.
2. Pembengkakan minimal, diameter 1 cm
|
I
|
1. Bekas gigitan 2 taring
2. Bengkak dengan diameter 1-5 cm.
3. Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam
|
II
|
1. Sama dengan derajat I
2. Petechie, echimosis
3. Nyeri hebat dalam 12 jam
|
III
|
1. Sama dengan derajat I dan II
2. Syok dan distress napas, echimosis seluruh tubuh
|
IV
|
Sangat cepat memburuk.
|
(Masmamad. 2009. Penatalaksanaan Gigitan Ular).
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan Marilynn E. Doenges (2000: 871-873), dasar data pengkajian pasien, yaitu:
a. Aktivitas dan Istirahat
Gejala: Malaise.
b. Sirkulasi
Tanda: Tekanan darah normal/sedikit di bawah jangkauan normal (selama hasil curah jantung tetap meningkat). Denyut perifer kuat, cepat, (perifer hiperdinamik), lemah/lembut/mudah hilang, takikardi, ekstrem (syok).
c. Integritas Ego
Gejala: Perubahan status kesehatan.
Tanda: Reaksi emosi yang kuat, ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri.
d. Eliminasi
Gejala: Diare.
e. Makanan/cairan
Gejala: Anoreksia, mual/muntah.
Tanda: Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot (malnutrisi).
f. Neorosensori
Gejala: Sakit kepala, pusing, pingsan.
Tanda: Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma.
g. Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Kejang abdominal, lokalisasi rasa nyeri, urtikaria/pruritus umum.
h. Pernapasan
Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan.
Gejala: Suhu umunya meningkat (37,95oC atau lebih) tetapi mungkin normal, kadang subnormal (dibawah 36,63oC), menggigil. Luka yang sulit/lama sembuh.
i. Seksualitas
Gejala: Pruritus perianal, baru saja menjalani kelahiran.
j. Integumen
Tanda: Daerah gigitan bengkak, kemerahan, memar, kulit teraba hangat.
k. Penyuluhan
Gejala: Masalah kesehatan kronis/melemahkan, misal: hati, ginjal, sakit jantung, kanker, DM, keadaan klien sudah membaik.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan sepsis. Maka rencana keperawatan menurut Marilynn E. Doenges (2000), yaitu:
a. Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin.
Gangguan
Jalan napas tidak efektif adalah ketidakmampuan dalam membersihkan
sekresi atau obstruksi dari saluran pernapasan untuk menjaga dari
gangguan jalan napas. (Nanda, 2005: 4).
b. Nyeri
akut berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa gaster, rongga
oral, respon fisik, proses infeksi, misalnya gambaran nyeri,
berhati-hati dengan abdomen, postur tubuh kaku, wajah mengkerut,
perubahan tanda vital.
Nyeri
akut adalah. Keadaan ketika individu mengalami dan melaporkan adanya
sensasi tidak nyaman yang parah, yang berlangsung satu detik sampai
kurang dari 6 bulan. (Lynda Juall Carpenito, 2009: 209).
c. Hipertermia
berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme, penyakit,
dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus,
perubahan pada regulasi temperatur, proses infeksi.
Hipertermi
adalah keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami
peningkatan suhu tubuh yang terus menerus lebih tinggi dari 37,8oC secara oral dan 38,8oC secara rectal yang disebabkan oleh berbagai faktor eksternal. (Lynda Jual Carpenito, 2009: 152).
d. Ketakutan/ansietas
berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di rumah sakit/prosedur
isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian atau kecacatan.
Ketakutan/ansietas
adalah keadaan dimana seorang individu/kelompok mengalami suatu
perasaan gangguan fisiologis/emosional yang berhubungan dengan suatu
sumber yang dapat diidentifikasi yang dirasakan sebagai bahaya. (Lynda
Juall Carpenito, 2009: 134).
e. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan untuk mengatasi infeksi, jaringan traumatik luka.
Resiko infeksi adalah resiko untuk terinvasi oleh organisme pathogen. (Nanda, 2005: 121).
3. Perencanaan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada klien dengan infeksi gigitan ular. Maka rencana keperawatan menurut Marilynn E. Doenges (2000).
a. Diagnosa I
Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Menunjukkan bunyi napas jelas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal, bebas dispnea/sianosis.
Intervensi:
1) Pertahankan jalan napas klien.
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru-paru.
2) Pantau frekuensi dan kedalaman pernapasan.
Rasional: Pernapasan cepat/dangkal terjadi karena hipoksemia, stres, dan sirkulasi endotoksin.
3) Auskultasi bunyi napas.
Rasional:
Kesulitan pernapasan dan munculnya bunyi adventisius merupakan
indikator dari kongesti pulmonal/edema interstisial, atelektasis.
4) Sering ubah posisi.
Rasional: Bersihan pulmonal yang baik sangat diperlukan untuk mengurangi ketidakseimbangan ventelasi/perfusi.
5) Berikan O2 melalui cara yang tepat, misal masker wajah.
Rasional: O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis. Pelembaban menurunkan pengeringan saluran pernapasan dan menurunkan viskositas sputum.
b. Diagnosa II
Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Melaporkan
nyeri berkurang/terkontrol, menunjukkan ekspresi wajah/postur tubuh
tubuh rileks, berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur/istirahat dengan
tepat.
Intervensi:
1) Kaji tanda-tanda vital.
Rasional: Mengetahui keadaan umum klien, untuk menentukan intervensi selanjutnya.
2) Kaji karakteristik nyeri.
Rasional: Dapat menentukan pengobatan nyeri yang pas dan mengetahui penyebab nyeri.
3) Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.
Rasional: Membuat klien merasa nyaman dan tenang.
4) Pertahankan tirah baring selama terjadinya nyeri.
Rasional: Menurunkan spasme otot.
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik.
Rasional: Memblok lintasan nyeri sehingga berkurang dan untuk membantu penyembuhan luka.
c. Diagnosa III
Hipertermia
berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme, penyakit,
dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus,
perubahan pada regulasi temperatur, proses infeksi.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal (36-37,5oC), bebas dari kedinginan.
Intervensi:
1) Pantau suhu klien.
Rasional: Suhu 38,9-41,1oC menunjukkan proses penyakit infeksi akut.
2) Pantau asupan dan haluaran serta berikan minuman yang disukai untuk mempertahankan keseimbangan antara asupan dan haluaran.
Rasional: Memenuhi kebutuhan cairan klien dan membantu menurunkan suhu tubuh.
3) Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahan linen tempat tidur sesuai indikasi.
Rasional: Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
4) Berikan mandi kompres hangat, hindari penggunaan alkohol.
Rasional: Dapat membantu mengurangi demam, karena alkohol dapat membuat kulit kering.
5) Berikan selimut pendingin.
Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam.
6) Berikan Antiperitik sesuai program.
Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
d. Diagnosa IV
Ketakutan/ansietas
berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di rumah sakit/prosedur
isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian atau kecacatan.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Menyatakan
kesadaran perasaan dan menerimanya dengan cara yang sehat, mengatakan
ansietas/ketakutan menurun sampai tingkat dapat ditangani, menunjukkan
keterampilan pemecahan masalah dengan penggunaan sumber yang efektif.
Intervensi:
1) Berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang prosedur perawatan.
Rasional:
Pengetahuan apa yang diharapkan menurunkan ketakutan dan ansietas,
memperjelas kesalahan konsep dan meningkatkan kerja sama.
2) Tunjukkan keinginan untuk mendengar dan berbicara pada pasien bila prosedur bebas dari nyeri.
Rasional:
Membantu pasien/orang terdekat untuk mengetahui bahwa dukungan tersedia
dan bahwa pembrian asuhan tertarik pada orang tersebut tidak hanya
merawat luka.
3) Kaji status mental, termasuk suasana hati/afek.
Rasional:
Pada awal, pasien dapat menggunakan penyangkalan dan represi untuk
menurunkan dan menyaring informasi keseluruhan. Beberapa pasien
menunjukkan tenang dan status mental waspada, menunjukkan disosiasi
kenyataan, yang juga merupakan mekanisme perlindungan.
4) Dorong pasien untuk bicara tentang luka setiap hari.
Rasional:
Pasien perlu membicarakan apa yang terjadi terus menerus untuk membuat
beberapa rasa terhadap situasi apa yang menakutkan.
5) Jelaskan pada pasien apa yang terjadi. Berikan kesempatan untuk bertanya dan berikan jawaban terbuka/jujur.
Rasional:
Pernyataan kompensasi menunjukkan realitas situasi yang dapat membantu
pasien/orang terdekat menerima realitas dan mulai menerima apa yang
terjadi.
e. Diagnosa V
Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan untuk mengatasi infeksi, jaringan traumatik luka.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu bebas eksudat purulen dan tidak demam.
Intervensi:
1) Kaji tanda-tanda infeksi.
Rasional: Sebagai diteksi dini terjadinya infeksi.
2) Lakukan tindakan keperawatan secara aseptik dan anti septik.
Rasional: Mencegah kontaminasi silang dan mencegah terpajan pada organisme infeksius.
3) Ingatkan klien untuk tidak memegang luka dan membasahi daerah luka.
Rasional: Mencegah kontaminasi luka.
4) Ajarkan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien.
Rasional: Mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.
5) Periksa luka setiap hari, perhatikan/catat perubahan penampilan, bau luka.
Rasional: Mengidentifikasi adanya penyembuhan (granulasi jaringan) dan memberikan deteksi dini infeksi luka.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik.
Rasional: Untuk menghindari pemajanan kuman.
4. Implementasi
Implementasi
keperawatan merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
tindakan keperawatan yang mencakup tindakan tindakan independen
(mandiri) dan kolaborasi. Akan tetapi implementasi
keperawatan disesuaikan dengan situasi dan kondisi pasien. Tindakan
mandiri adalah aktivitas perawatan yang didasarkan pada kesimpulan atau
keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari
petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang
didasarkan hasil keputusan bersama seperti dokter dan petugas kesehatan
lain. (Tarwoto Wartonah, 2004: 6).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah
terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi
sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Jika
tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya,
dicari jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah
perlu dilakukan perubahan intervensi. (Tarwoto Wartonah, 2004: 7).
Anda sedang membaca artikel tentang ASUHAN KEPERAWATAN ( ASKEP ) SNAKE BITE, Anda boleh menyebar luaskan atau mengcopy - paste artikel di atas jika memang sangat bermanfaat bagi anda.. Dengan syarat anda harus meletakkan link di bawah ini sebagai sumbernya..